29.9.15

Indonesia Vs Singapura : Expor Asap dan "Sindiran"

Indonesia Expor Asap dan "Sindiran"
Indonesia Expor Asap dan "Sindiran"
Pemerintah Singapura bereaksi keras menyikapi "kiriman" kabut asap dari Indonesia. Namun, sikap negera tetangga itu direspons pihak Istana dengan sindiran.

Sambil meminta untuk memahami kesulitan yang dihadapi dalam proses pemadaman di lapangan, negara yang tercemari asap terutama dari Riau itu juga diingatkan tentang manfaat yang mereka dapatkan selama ini.

"Saya kira Singapura juga cukup menikmati lah selama ini, supply oksigen dari Indonesia selama 9 bulan," sindir Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (28/9). Oksigen tersebut tentu dihasilkan dari hutan-hutan dari Indonesia ketika tidak terjadi kebakaran.

"Kita juga tahu lah, banyak industri kebun, tambang, yang menyimpan hasil ekspornya di Singapura," imbuhnya, sebagai tambahan alasan perlunya Singapura memahami kesulitan Indonesia.

Teten menegaskan memadamkan kebakaran hutan, terutama di lahan gambut, bukan hal sederhana. Ada sejumlah situasi yang membuat api tidak bisa tuntas dipadamkan dalam waktu cepat.

"Yang pasti, pemerintah tidak diam, usaha keras pemadaman terus dilakukan. Bahkan sekarang kami terus memikirkan bagaimana kebakaran hutan yang terus menerus selama 17 tahun ini bisa dihentikan," tandasnya.

Kemarahan pemerintah Singapura tergambar dari pernyataan Menteri Luar Negerinya K. Shanmugam. Lewat akun facebook miliknya, dia menilai kalau Indonesia telah menunjukkan ketidakpedulian terhadap masyarakat Singapura maupun Indonesia yang menderita karena asap.

Lewat fasilitas itu pula, dia menyindir tentang pernyataan sejumlah pejabat Indonesia yang justru dianggap memperkeruh suasana. Namun, dia tidak menyebutkan sosok yang dimaksudnya.

"Bagaimana mungkin bagi pejabat-pejabat senior pemerintahan mengeluarkan pernyataan seperti menunjukkan ketidakpedulian kepada rakyat mereka, atau kami, dan tanpa malu apa pun, atau rasa tanggung jawab?" sindirnya.

Sementara itu, disamping melakukan pemadaman api, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan upaya dalam pencegahan melalui sekat kanal.

"Nantinya akan perbaiki kebijakan terkait gambut PP 71, tata kelola dan sebagainya," ungkap Menteri LHK, Siti Nurbaya. Tak hanya itu, kebijakan penegakan hukum terhadap swasta juga perlu dibuat. Hal ini terkait perintah dunia usaha untuk menata lagi drainasenya.

Menurutnya, perlu adanya embung dalam setiap 100 meter dengan ukuran tertentu. Tak hanya itu, jika lahan gambut yang sudah rusak maka rehabilitasi dilakukan dengan pemberian bahan organik dan tanaman-tanaman yang memang cocok.

Manajer Kampanye Hutan Greenpeace Kiki Taufik juga menegaskan bahwa kondisi gambut di Indonesia sudah rusak hamper 50 persen. Negosiasi terkait revisi PP 71 perlu dilakukan secara lebih jelas lagi berapa kedalaman air yang harus membasahi lahan gambut. Hal ini agar tidak ada lagi asap di tahun 2016.

"Sudahlah tidak perlu ada lagi pembukaan gambut apapun, saatnya kita melakukan konservasi dan rehabilitasi," tegasnya.

0 komentar:

Post a Comment