Tanggung jawab sosial perusahaan khususnya dari industri rokok banyak diwujudkan dalam bentuk beasiswa pendidikan. Di mata para aktivis, industri rokok akan lebih tepat membantu biaya pengobatan kanker daripada membiayai pendidikan.
Salah seorang aktivis menentang pemberian beasiswa pendidikan dari perusahaan rokok adalah Zeby Febrina dari gerakan Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT). Perempuan yang juga seorang aktivis pelestarian komodo ini menuduh, beasiswa dari perusahaan rokok tidak pernah ada yang tulus.
"Bayangkan kalau penerima beasiswa itu sukses lalu jadi hakim atau pejabat. Kalau industri rokok sedang ada masalah, apa tidak terbebani oleh semacam hutang budi?" kata Zeby dalam konferensi pers Tolak Intervensi Industri Rokok di kantor Komnas Perlindungan Anak, Pasar Rebo, Senin (28/5/2012).
Tuduhan Zeby bahwa beasiswa yang diberikan oleh perusahaan rokok selalu ditungganggi kepentingan tertentu bukan tidak berdasar. Tanggung jawab sosial perusahaan (Coprorate Social Responsibility atau CSR) seharusnya diwujudkan pada hal-hal yang berhubungan dengan dampak yang ditimbulkan oleh industri yang bersangkutan.
Dalam hal ini, industri rokok lebih terkait langsung dengan masalah kesehatan. Berbagai penelitian membuktikan bahwa rokok bisa meningkatkan risiko kanker, sehingga lebih relevan jika perusahaan tersebut mewujudkan tanggung jawab sosialnya dalam bentuk bantuan biaya pengobatan.
"Kalau memang niatnya tulus, harusnya bantu pasien-pasien kanker itu yang di RS Dharmais misalnya. Lagipula beasiswa maupun biaya untuk kegiatan seni-budaya tidak harus dari rokok juga, banyak industri lain yang uangnya banyak," kata Zeby.
Namun Zeby tidak tertarik dengan wacana untuk melarang industri rokok memberikan beasiswa, karena niat baik harus tetap dihargai meski mungkin ada motivasi tertentu di belakangnya. Ia lebih tertarik untuk menyadarkan masyarakat melalui kampanye-kampanye, lalu membiarkan masyarakat menentukan pilihannya sendiri.
Salah seorang aktivis menentang pemberian beasiswa pendidikan dari perusahaan rokok adalah Zeby Febrina dari gerakan Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT). Perempuan yang juga seorang aktivis pelestarian komodo ini menuduh, beasiswa dari perusahaan rokok tidak pernah ada yang tulus.
"Bayangkan kalau penerima beasiswa itu sukses lalu jadi hakim atau pejabat. Kalau industri rokok sedang ada masalah, apa tidak terbebani oleh semacam hutang budi?" kata Zeby dalam konferensi pers Tolak Intervensi Industri Rokok di kantor Komnas Perlindungan Anak, Pasar Rebo, Senin (28/5/2012).
Tuduhan Zeby bahwa beasiswa yang diberikan oleh perusahaan rokok selalu ditungganggi kepentingan tertentu bukan tidak berdasar. Tanggung jawab sosial perusahaan (Coprorate Social Responsibility atau CSR) seharusnya diwujudkan pada hal-hal yang berhubungan dengan dampak yang ditimbulkan oleh industri yang bersangkutan.
Dalam hal ini, industri rokok lebih terkait langsung dengan masalah kesehatan. Berbagai penelitian membuktikan bahwa rokok bisa meningkatkan risiko kanker, sehingga lebih relevan jika perusahaan tersebut mewujudkan tanggung jawab sosialnya dalam bentuk bantuan biaya pengobatan.
"Kalau memang niatnya tulus, harusnya bantu pasien-pasien kanker itu yang di RS Dharmais misalnya. Lagipula beasiswa maupun biaya untuk kegiatan seni-budaya tidak harus dari rokok juga, banyak industri lain yang uangnya banyak," kata Zeby.
Namun Zeby tidak tertarik dengan wacana untuk melarang industri rokok memberikan beasiswa, karena niat baik harus tetap dihargai meski mungkin ada motivasi tertentu di belakangnya. Ia lebih tertarik untuk menyadarkan masyarakat melalui kampanye-kampanye, lalu membiarkan masyarakat menentukan pilihannya sendiri.
Menurut pandangan saya sebagai admin Cari tau di Blogspot.com Sebagai orang awam yang tidak merokok seharusnya para Perusahaan Rokok lebih mementingkan atau memperhatikan Kesehatan dari pd pendidikan :) itu menurut saya loh
Sumber : DetikNews
0 komentar:
Post a Comment